www.biblelight.net – Sejarah agama Katolik di Indonesia dimulai ketika Portugis tiba di Kepulauan Maluku. Orang pertama yang menjadi Katolik adalah Kolano (kepala desa) Mamuya (sekarang di Maluku Utara) dari Maluku, yang dibaptis bersama semua penduduk desa setelah menerima pemberitaan Injil dari pengusaha Portugis Gonzalo Veloso pada tahun 1534.
Sejarah Dari Berkembangnya Agama Katolik di Indonesia
Pada saat itu, hanya para pelaut dari Portugis baru saja menemukan sebuah Kepulauan Rempah-rempah, dan para pedagang pedagang, dan tentara Katolik juga datang untuk menyebarkan Injil. Santo Francis Xaverius adalah salah satu imigran Indonesia yang mengunjungi Saparua, Ambon, dan Ternate dari tahun 1546 sampai 1547. Ia juga membaptis ribuan warga sekitar.
Gereja Katolik menggunakan ritus liturgi Latin atau tepatnya Ritus Roma yang ada di Indonesia, dan Katolik adalah salah satu agama yang diakui di negara ini. Gereja Katolik di Indonesia dimulai dengan perjalanan Portugis ke Pulau Rempah-Rempah pada abad ke-16.
Apa hubungan antara misionaris dan negara kolonial? Bagaimana cara orang Kristen menyebarkan Injil kepada penduduk lokal di Indonesia? Jika wilayah Indonesia digunakan sebagai wilayah agama Kristen, apakah umat Katolik dan Protestan hidup rukun?
Sejarah Agama Katolik Ke Indonesia
Pada tanggal 7 Juni 1494, Kerajaan Katolik antara Portugal dan Spanyol akhirnya mencapai kesepakatan yang dipimpin oleh Paus Alexander VI, yang disebut “Perjanjian yang bernama Tordesilas Spanyol”.
Dalam perjanjian itu, Paus Alexander VI memberikan wewenang kepada Kerajaan Katolik Portugis untuk menguasai dunia Timur, sedangkan Kerajaan Katolik Spanyol memiliki hak untuk menguasai dunia Barat.
Ketika kesepakatan tercapai, Kerajaan Katolik Portugis baru berhasil berlayar ke Cape Hope di Afrika Selatan pada 1488; sedangkan Kerajaan Katolik Spanyol (dikenal sebagai Hispanik) mencapai Kepulauan Karibia pada 1492.
Karena mereka tidak mengetahui lokasi sebenarnya dari India, mereka menyebut penduduk asli kepulauan Karibia dan benua Amerika sebagai orang India. Selain menegaskan imperialisme kedua negara, Paus Alexander VI juga mengajarkan bahwa negara-negara selain negara gereja Vatikan (yaitu non-Katolik) dianggap barbar dan juga dianggap barbar.
Tanah nasional tidak valid (wilayah udara tanpa pemilik). Menyimpang dari konsep ini, pendekatan misi suci Katolik bertentangan dengan kemanusiaan dan keadilan, pada akhirnya sikap menindas, memperbudak, dan memusnahkan negara non-Katolik dianggap wajar.
Untuk mencapai India, Kerajaan Katolik Portugis dikawal oleh seorang Muslim yang tidak mengetahui tujuan imperialisme Portugis, yaitu Ahmad bin Majid. Portugis ditemani oleh umat Islam, karena tidak ada orang Barat yang menyeberangi Laut Persia pada saat itu, Barat kemudian menamainya dengan Samudera Hindia.
Dengan penguasaan Portugis atas jalur perdagangan maritim, kekuatan politik Hindu dan Budha di India selatan runtuh.Setelah Portugis tiba di India, mereka menyadari bahwa sumber rempah-rempah yang mereka cari bukanlah India tetapi Kepulauan Indonesia.
Baca Juga : “Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia”
Penjelajah pertama yang menginjakkan kaki di India adalah Vasco de Gama. Saat mendarat di pantai barat pada akhir abad ke-15, kedatangannya ditemani oleh sekelompok misionaris.
Setelah Portugis mendirikan kantor perdagangan terbatas di beberapa kota pelabuhan di pantai barat (seperti Malabar, Goa, dan Cochin), para misionaris akhirnya melaksanakan misi misionaris kepada warga setempat, dan korban mereka kebanyakan berasal dari golongan Hindu terendah Misalnya pedagang, nelayan dan petani.
Mengenai metode Kristenisasi yang digunakan oleh Portugis, Vincent Cronin membuat penilaian sebagai berikut: “Para penguasa (Portugis) berusaha memaksa penduduk setempat untuk mengikuti mereka dengan mengikuti mereka, tetapi mereka tidak menurut.
Pada saat tahun 1540, semua kuil Hindu di pulau Goa dibongkar; pada tahun 1567, dikeluarkan keputusan yang menyatakan bahwa orang Kristen tidak boleh dilayani oleh pelayan non-Kristen.
Akibatnya, ribuan pelayan terpaksa menjadi penganut agama (Katolik) yang tidak mereka percayai atau pahami. Cronin menambahkan: “mereka yang tidak dapat menerima suap dipaksa untuk menjadi Kristen.
Mereka harus menghadiri kebaktian gereja dan mendengarkan khotbah tanpa (mendapatkan) penerjemah. Peraturan ini ditegakkan secara ketat melalui investigasi. Jika seseorang mencoba membujuk orang lain untuk tidak menjadi Kristen, maka orang tersebut akan dihukum mati.
Mengenai kedatangan Portugis di Indonesia, Zakaria J. Ngelow mengatakan: “Seperti yang dijelaskan oleh Mueller Kruger, Indonesia disambut oleh negara-negara Barat pada abad ke-16 dan sedang mengalami perubahan besar.
Pemandangan politik dan agama sedang berubah: Kerajaan India runtuh dan digantikan oleh kebangkitan Kesultanan Islam di mana-mana. “Yang masuk ke Nusantara bukan Kristen, tapi Islam.
Ini bisa ditelusuri kembali ke bukti sejarah, yakni keberadaan Kesultanan. Sejak berdirinya di Sumatera pada tahun 1275, Samudra Pasai telah menjadi salah satunya.
Dalam menyebarkan agama Katolik kepada warga lokal di Indonesia, peran pastor Fransiskan dan Pastor Yesuit sangat penting dibandingkan dengan pastor sebelumnya yang mengutamakan kepentingan politik dan komersial.
Selain umat Katolik masih memusuhi Islam, karena Portugal dan Spanyol pernah dikuasai oleh umat Islam, ketujuh ordo Jesuit ini juga memusuhi Protestan, dan Protestan akhirnya meluas ke Asia, di antaranya pemimpin Katolik yang paling terkenal adalah Francis Xaverius ( 1506-1552) dan Matero Ricci (1552-1610).
Ambil contoh Fransiscus Xaverius Ia adalah pendeta Yesuit berkebangsaan Spanyol dan dianggap sebagai utusan Katolik terbesar dalam sejarah. Pada masa penginjilan, ia berada di Ternate, Ambon (Ternate) dikristenkan lalu terus hidup di Halmahera selama 15 bulan (Antara 1546-1547).
Misalnya, saat Thomas Van den End mengristenkan wilayah Ternate dan Manado, ia menjelaskan bagaimana cara Xaverius menggunakan cara untuk warga di sana. Contoh pendekatan ini adalah dengan menyebarkan pengetahuan Kristen kepada komunitas lokal dalam bahasa Melayu, dan menggunakan bentuk kitab suci Portugis dan Melayu saat menulis syair. Tak hanya itu, ia juga menghubungi berbagai golongan muslim, seperti Sultan Muda Hairun yang kemudian menjadi musuh utama Portugis.
Dari keberhasilan imperialisme Katolik Portugis menguasai Malaka, Portugis berharap dapat memutus hubungan perdagangan rempah-rempah antara pulau-pulau dan Kesultanan Turki, dan berharap setidaknya kehancuran yang akan dialami Kesultanan Turki akan tercapai.
Akibat keadaan ini, pada tahun 1512 M, Kesultanan Demark akhirnya berperang melawan Portugis dan merebut Malaka, kemudian Kesultanan Aceh melawan Malaka. Bahkan pada akhirnya, Kesultanan Demak dan Aceh gagal merebut kembali Malaka dari Portugal karena ketidakseimbangan senjata, dan ketika umat Islam gagal melawan imperialisme Portugis, imperialis Katolik Spanyol jatuh.
Di bawah kepemimpinan Magelhaens pada tahun 1521 M, mereka akhirnya bersaing satu sama lain dan meraih status Kesultanan Tidore dan Kerajaan Ternate. Selain itu, Portugis mencoba memberi kompensasi kepada Spanyol dengan mendirikan bentengnya di Sunda Kelapa pada tahun 1522, tetapi Portugis hanya dapat bertahan hingga tahun 1527.
Mengenai sikap angkuh Portugis terhadap umat Islam, Rickelfs mengatakan dalam “Sejarah Indonesia Modern” bahwa ketika Portugis menduduki Sultan Tabaridji dan mengasingkannya ke Goa, Portugis memaksanya untuk meninggalkan Islam.
Gereja tersebut diubah menjadi Kristen (Katolik), dan dia dibaptis namanya adalah Dom Manuel. Sebelum kematiannya, ia terpaksa meninggalkan surat wasiatnya dan menyerahkan kedaulatan Ambon kepada pembaptis nasional dan religiusJordao de Freias pada tahun 1545. Bagaimana merendahkan martabat suatu negara yang dijajah oleh negara lain.
Merongrong nilai perdagangan damai. Penjajah merampok kekayaan negara. Kebebasan beragama hilang dan tertindas. Akibatnya, pecahlah gerakan perlawanan bersenjata melawan imperialisme Barat.
Saat menulis sejarah, ia menyebutnya sebagai gerakan nasionalis. Pada saat yang sama, imperialisme Barat di Nusantara pada abad ke-16 adalah kerajaan Katolik Portugal dan Spanyol, dan pelaku gerakan nasionalis anti-imperialis adalah Muslim. ”
Sejarah Gereja Katolik Masa ke Masa
Pada Saat Masa VOC
Pendirian agama Katolik telah memasuki babak baru, pada masa VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) tahun 1619-1799, Indonesia secara mutlak melarang agama Katolik. Gereja Katolik, kecuali beberapa gereja yang bertahan di daerah itu adalah Flores dan Timor, gereja-gereja ini tidak berada di bawah yurisdiksi VOC.
Alasan pengusiran pendeta Katolik Portugis karena pejabat VOC adalah Protestan, sehingga digantikan oleh pendeta Protestan Belanda. Banyak umat Katolik masuk Protestantisme pada saat itu.
Jika pendeta Katolik menyebarkan ajarannya di wilayah VOC, mereka akan dihukum mati. Pada masa pemerintahan Gubernur Jan Pieterszoon Coen pada Januari 1624, Pastor Egidius d’Abreu SJ dibunuh di Benteng Batavia karena dikhotbahkan Katolik dan mengadakan Misa Kudus di penjara.
Pendeta a. De Rhodes adalah seorang Yesuit Prancis yang menciptakan alfabet Vietnam. Dia dihukum karena menyaksikan pembakaran salib dan alat ibadah Katolik lainnya di bawah tiang gantungan dan diusir pada tahun 1646.
Sebuah VOC dibentuk setelah memberikan bantuan kepada beberapa pastor Katolik yang berlabuh di pelabuhan Batavia. Pada akhir abad ke-18, perang antara Prancis dan Inggris dan sekutunya masing-masing mempengaruhi simpati Belanda terhadap kedua kubu tersebut.
Perpecahan ini menyebabkan Belanda kehilangan kedaulatannya, sehingga adik laki-laki Napoleon Bonaparte Louis Napoleon adalah seorang Katolik dan diangkat menjadi Raja Belanda pada tahun 1806. Pada 1799, VOC bangkrut dan dibubarkan.
Pada Saat Masa Hindia Belanda
Penunjukan Louis Napoleon Katolik sebagai Raja Belanda membawa sebuah perubahan politik yang amat besar ke Belanda dan juga mempengaruhi dari sejarah berdirinya Gereja Katolik di Negara Indonesia.
Sejak saat itu, pemerintah mulai mengakui kebebasan beragama masyarakat hingga 8 Mei 1807, ketika pemimpin Gereja Katolik Roma disetujui oleh Raja Louis untuk mendirikan Distrik Kerasulan Hindia-Belanda di Batavia.
Pada saat 8 April 1808 adalah tanggal dua AMS tiba di Jakarta dari Belanda. Mereka adalah Pastor Jacobus Nelissen dan Pastor Lambertus Prinsen. Pemimpin rasul pertama adalah Pendeta J. Nelissen.
Gubernur Danders mulai menjabat dari 1808 hingga 1811 untuk menggantikan VOC dan memperkenalkan kebebasan beragama, meskipun masih ada beberapa kendala atau kesulitan bagi umat Katolik. Saat itu, hanya ada 5 imam Katolik untuk 9.000 orang yang tinggal berdekatan.
Pada tahun 1889, keadaan mulai membaik dan Indonesia menambah 50 imam, meskipun kegiatan misionaris Katolik di Yogyakarta masih dilarang hingga tahun 1891. Berdirinya Gereja Katolik di Indonesia dilanjutkan dengan perkembangan Gereja Katolik di Yogyakarta.
Awal misi Katolik di Yogya adalah hadirnya Pastor F. Van Lith SJ yang datang ke daerah Muntilan pada tahun 1896. Awalnya, usahanya tersebut tidak membuahkan hasil, namun pada saat tahun 1904, empat kepala desa dari kabupaten Kalibawang tiba-tiba datang untuk mengajar agama Katolik.
Pada tanggal 15 Desember 1904, 178 kelompok Jawa pertama dibaptis pada musim semi di Saigon. Tempat ini terletak di antara dua batang pohon Sono dan kini menjadi tempat dengan sejarah yang panjang yaitu tempat ziarah Sendangsono.
Sekolah biasa di Mentila didirikan pada tahun 1900 oleh Pastor Vallees, bernama Normaalschool, dan Kweekschool (Teacher Education College) pada tahun 1904. Kemudian, Sekolah Katolik mendirikan yayasan bernama Yayasan Kanisius pada tahun 1918, dan para imam dan uskup pertama-tama adalah mantan murid Muntilan. Sejarah dari berdirinya Gereja Katolik di Negara Indonesia sangatlah berkembang pesat pada awal abad ke-20.
Van Lith mendirikan Sekolah Menengah Atas pada tahun 1911. Perguruan tinggi tersebut menghasilkan tiga kandidat dari enam kandidat. Kandidat ini berasal dari generasi pertama 1911-1914 dan masing-masing diberikan pada tahun 1926 dan 1928. Diangkat sebagai imam yaitu A. Djajasapoetra SJ, Romo F.X. Satiman SJ, dan Alb. Soegijapranata SJ.
Baca Juga : “Agama-Agama yang Diakui oleh Dunia”
Pada Saat Masa Kemerdekaan
Uskup Indonesia pertama yang diangkat pada tahun 1940 adalah Albertus Soegijapranata (Albertus Soegijapranata). Pada agresi militer Belanda kedua, tentara Belanda menyerang Semarang dan berlanjut ke Yogyakarta Pada tanggal 20 Desember 1948, Romo Sanjaja dan Frater Hermanus Bowens berada di Kembaran dekat Montilin, desa kecil itu tewas.
Dalam sejarah dari berdirinya Gereja Katolik di Indonesia, Romo Sanjaja dikenal sebagai martir pribumi. Pada tanggal 29 Juni 1967, Indonesia mengangkat kardinal pertamanya.
Dia adalah Yustinus Kardinal Darmojuwono. Dalam Konferensi Vatikan kedua dari tahun 1962 hingga 1965, Gereja Katolik Indonesia berpartisipasi secara aktif. Aktivitas Gereja Katolik Indonesia juga ditandai dengan kunjungan Paus Paulus VI pada tahun 1970 dan Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1989. Pada tahun 2006, menurut catatan, jumlah umat Katolik di Indonesia mencapai 3% (lebih sedikit dari umat Protestan), terutama di Papua dan Flores.
Sejarah Berdirinya Gereja Katolik Menurut Prof. Dr. Sucipto Wirjosuprapto
Ada pula versi sejarah lain tentang status Gereja Katolik, berdasarkan kisah Alm. Profesor Dr. Sucipto Wirjosuprapto. Ia membahas tentang umat Katolik yang menjadi pelopor Indonesia antara tahun 645 dan 1500.
Menurutnya, agama Katolik pertama kali masuk ke Indonesia di Sumatera Utara pada awal abad ke-7 dan tercatat dalam sejarah kuno yang ditulis oleh sejarawan Syekh Abu Salih al-Armini, ia telah menulis buku tentang 707 gereja dan 181 pertapaan Serani di daerah tersebut.
Hal yang sama berlaku untuk Nubia, Mesir, Abesinia, Spanyol, Afrika Barat, India, Arab, dan Indonesia. Terlihat dari kitabnya bahwa Kota Barus (dahulu bernama Pancur) yang kini terletak di Keuskupan Siborga berada di Sumatera Utara, bisa dibilang merupakan kediaman umat Katolik tertua di Indonesia. Saat itu, didirikan sebuah gereja di Barus yang disebut Gereja Bunda Perawan Murni Maria.