www.biblelight.net – Aliran Filsafat Wedanta Dari Ajaran Agama Hindu. Brahma sutra ataupun Wedanta sutra buatan Wyasa ialah buku yang sangat terkenal serta banyak diulas oleh para maharsi setelahnya, beliau bagaikan pangkal air yang lalu mengalir dari angkatan ke angkatan.
Aliran Filsafat Wedanta Dari Ajaran Agama Hindu
Ulasan- ulasan kepada Brahma sutra oleh para maharsi semacam Sri Sankaracarya, Sri Ramanujacarya, serta Sri Madhawacarya membuat Filsafat Adwaita, Filsafat Wisistadwaita, serta Dwaita.
Wedanta darsana yang berkembang dari andasan buku Upanisad, Brahma sutra, serta Bhagawad gita. Ketiga buku itu kerap pula diucap prasthana traya grantha (dokumen bersih yang bisa diyakini).
Ketiga gerakan pandangan yang mengalir dari Wedanta darsana senantiasa berpedoman pada daulat Weda dalam kerangka ulasan yang berdialog mengenai Tuhan, Alam, serta arwah.
Tetapi dalam kondisi anutan Hindu ketiganya bukanlah dikira selaku gerakan pandangan yang terpisah serta berlawanan, namun bagaikan tangga kebatinan yang diawali dari Adwaita, Wasistadwaita serta selesai pada Dwaita.
1. Filsafat Adwaita
Sri Sankara ialah yang melahirkan wujud akhir dari filsafat adwaita, meski yang awal mensistematis filsafat ini merupakan parama guru dari Sankara, ialah Rsi Gaudapada lewat buatan dia Mandukya Karika.
Sri Sankara membagikan gesekan akhir serta sempurna lewat keterangan dia mengenai Brahma Sutra yang diketahui dengan Sariraka Bhasya. Filsfat Adwaita dari Sankara ialah filsafat yang melaporkan kalau segenap ialah Brahman, serta perbandingan cumalah imajinasi.
Perihal ini tersimpul alam salah satu sloka, ialah‘ Brahma Satyam Jagan Mithya, Jivo Brahmaiva Na Aparah’ yang berarti Cuma Brahmanlah yang jelas, bumi ini tidak jelas, serta jiwa ataupun arwah individu serupa dengan Brahman.
Brahman
paling tinggi merupakan tidak berpribadi, tanpa untuk serta ciri (nirguna), tanpa bentuk (Nirakara), tanpa ciri- ciri tertentu (Nirwisesa), kekal serta bukan pelakon serta perantara (akrta).
Dia merupakan subyek penyaksi serta tidak hendak sempat jadi obyek, Dia merupakan tuggal, tidak bisa ditafsirkan, sebab deskripsi hendak membuat perbandingan. Itu pula penyebabnya dalam buku Upanisad dituturkan: Neti (bukan ini serta bukan itu).
Wujud perkataan minus dalam upanisad ini tidaklah melaporkan kehabisan, tetapi Dia merupakan kesemestaan, tidak terbatas, penuhi seluruh, tidak berganti, terdapat dengan sendirinya, wawasan serta keceriaan itu sendiri.
Nirguna Brahman dari Sankara jadi Saguna Brahman (berpribadi) cuma sebab diakibatkan penyauannya dengan maya. Saguna serta Nirguna Brahman tidaklah 2 Brahman yang berlainan ataupun berlawanan, Dia merupakan satu dari 2 titik penglihatan yang berlainan.
Nirguna ialah yang lebih besar ditatap dari ujung transedental( Paramarthika), sebaliknya Saguna dari ujung penglihatan relatif (Vyavaharika). Atman merupakan si diri yang jelas (Swatah siddha), Jiwa ataupun arwah individu cumalah realitas yang relatif serta kepribadiannya hendak selesai, bila beliau tidak lagi jadi subyek upadhi yang tidak jelas ataupun situasi terbatas yang diakibatkan oleh awidya.
Sepanjang arwah individu membandingkan diri dengan tubuh serta indriyanya, beliau berasumsi, melakukan, serta menikmati, itu berarti beliau sedang terletak dalam situasi avidya.
Pada dikala beliau terbebas dari awidya, hingga terkini mengetahui hendak kesejatiannya yang tidak lain merupakan Brahman yang telak, sepertihalnya ether dalam suatu periuk yang rusak, hingga beliau berpadu dengan sarwa.
Alam sarwa pula tidaklah sesuatu hayalan, tetapi ialah realitas yang relatif( Vyavaharika satta), yang ialah hasil dari maya serta awidya. Brahman yang jelas nampak selaku alam yang berganti lewat maya. Maya ialah energi misterius dari Brahman yang tidak terbayangkan, merahasiakan yang jelas.
Pembebasan ataupun terlanjur dari samsara ataupun cara tumimbal lahir ialah agregasi dari arwah individu dalam Brahman, lewat pembebasan dari kesalah asumsi yang salah kalau arwah individu berlainan dengan Brahman.
Karma serta bhakti ialah cara mengarah jnana. Sankara menyarankan filosofi penampakan ataupun pelapisan (adhyasa), semacam perihalnya ikatan yang dicerminkan bagaikan ular pada dikala petang.
begitu pula alam serta tubuh ditumpangkan pada Brahman. Bila orang sanggup mendapatkan wawasan mengenai ikatan hingga bayang- bayang mengenai ular hendak sirna, begitu pula bila orang mendapatkan wawasan mengenai Brahman, hingga hayalan mengenai alam serta tubuh hendak lenyap. Terlepasnya mithya jnana ataupun wawasan ilegal hendak membawakan orang dalam kecemerlangan serta fadilat Ilahi yang asli.
Baca Juga : Sejarah Perkembangan Agama Kristen Tertua di Indramayu
2. Filsafat Wisistadwaita
Penggagas filsafat wisistadwaita merupakan Rsi Ramanuja, diucap filsafat wisistadwaita sebab penanaman penafsiran adwaita ataupun kesatuan dengan Brahman, dengan wisesa ataupun ciri.
Alhasil dikira selaku filsafat monisme terbatas. Cuma Brahman yang terdapat, sebaliknya yang yang lain ialah konkretisasi ataupun atributnya, Dia ialah satu totalitas yang komplek walaupun faktanya satu.
Bila Sri Sankara menyangka kalau seluruh wujud konkretisasi dikira tidak jelas serta sedangkan, karakternya cumalah hasil dari awidya atau kemalaman, hingga bagi Sri Ramanuja ciri itu jelas serta senantiasa, tetapi tergantung pada pengaturan satu Brahman.
Filsafat Wisistadwaita ialah Waisnawaisme yang membenarkan kejamakan, Brahman ataupun Narayana hidup dalam kejamakan wujud dari roh- roh( cit) serta modul( acit).
Ramanuja mensistemasir Filsafat dari waisnawaisme serta diucap selaku Sri Waisnawaisme, sebab Sri ataupun Bidadari Adun terbuat mempunyai guna berarti dalam pembebasan arwah.
Ramanuja membandingkan Tuhan dengan Narayana yang berdiam di Waikuntha dengan Saktinya ialah Adun selaku Bidadari kelimpahan, yang ialah Bunda Tuhan, dialah yang memohonkan pembebasan dari para fans.
Brahman merupakan segalanya tetapi bukan pula bertabiat serba serupa, sebab dalam dirinya tekandung kejamakan yang menimbulkan dirinya benar- betul menciptakan diri dalam alam yang berbagai warna.
Brahman dikira berpribadi, menata segalanya, maha daya dari alam sarwa, dihidupi serta diresapi oleh jiwaNya, alhasil tidak terdapat tempat buat melainkan antara Saguna serta Nirguna.
Brahman meresapi segalanya serta ialah inti dari arwah, yang ialah antaryamin ataupun pengatur hati yang jadi satu dengan arwah. Beliau ialah hakekat dari bukti( Satya), intelek, serta keceriaan (ananda), dimana modul serta arwah tergantung kepadanya.
Dia merupakan penopang alam sarwa serta arwah (adhara), dan penguasa serta otak (Niyanta). Jiwa ataupun arwah ialah yang dikendalikan( Niyama atau sesa). Alam serta bermacam konkretisasi material kehadiran serta roh- roh individu, tidaklah maya yang tidak jelas namun bagian jelas dari hakekat Brahman serta ialah tubuh dari Brahman.
Modul merupakan jelas yang ialah akar tanpa pemahaman yang hadapi kemajuan (parimana), karenanya beliau bertabiat kekal tetapi tergantung serta dikendalikan oleh kemauan Tuhan. Beliau membuat obyek pengalaman untuk roh- roh.
Prakrti mempunyai 3 untuk, ialah sattwa, rajas, serta tamas, sedangkansuddha tattwa cuma mempunyai watak binatang, suddha tattwa ialah akar yang membuat tubuh Tuhan serta diucap dengan Nitya WibhutiNya. Alam yang berbentuk ialah Ungu muda WibhutiNya.
Arwah ialah prakara dari Tuhan yang lebih besar dari modul sebab ialah kesatuan siuman yang jadi inti dari Tuhan. Arwah berjumlah tidak batasan, bertabiat siuman serta tidak berganti, tidak dibagi.
Arwah betul- betul individu serta dengan cara kekal berlainan dengan Tuhan, beliau timbul dari Brahman serta tidak sempat di luar Brahman sepertihalnya recikan api dari pangkal api.
Arwah bagi Ramanuja digolongkan jadi 3, ialah: Nitya (kekal), Mukta (leluasa), serta Baddha (terbelenggu). Arwah yang kekal, selamanya leluasa dari argari hidup dengan Tuhan( Narayana) di Vaikuntha, arwah yang terbebaskan sekali durasi hadapi samsara namun sudah menggapai pembebasan.
Sebaliknya arwah terbelenggu terjebak samsara serta berjuang buat menggapai pembebasan. Arwah yang terbelenggu oleh samsara mendapatkan tubuhnya cocok dengan karma era kemudian, yang berjalan dari kelahiran ke kelahiran selanjutnya sampai menggapai pembebasan akhir ataupun moksa.
Moksa dalam rancangan Wisistadwaita berarti berlalunya argari dari kesusahan hidup duniawi mengarah sejenis kayangan (Waikuntha), disana beliau hendak terdapat selamanya dalam keceriaan individu bersama Tuhan, tetapi senantiasa tidak sempat jadi sama dengan Tuhan.
Pembebasan akhir ini digapai cuma dengan bhakti, anugerah Tuhan tiba lewat disiplin (prapatti) ataupun penyerahan diri dengan cara telak. Pembebasan diri lewat bhakti, bertumbuh 2 rancangan, ialah (markata nyaya) ataupun filosofi nanai.
Kalau seseorang bhakta wajib semacam anak nanai yang wajib mengusahakan dirinya senantiasa tergantung pada biangnya (arwah individu– Narayana), serta yang kedua merupakan (marjara nyaya) ataupun filosofi anak kucing, penyerahan diri kala dibawa biangnya tanpa upaya untuk dirinya sendiri.
Baca Juga : Chaitya Dalam Hindu
3. Filsafat Dwaita
Filsafat dwaita dibesarkan oleh Sri Madhwacarya yang berasal dari buku Upanisad, Brahma Sutra, serta Bhagawad Gita ataupun yang diucap dengan Prasthana Traya( 3 buku).
Filsafat dwaita ialah dualis tidak terbatas, waisnawaisme Sri Madhwacarya kerap pula diucap dengan sad- waisnawaisme buat membedakannya dengan Sri- Waisnawaisme dari Ramanujacarya.
Filsafat dwaita membuat bembedaan yang telak antara Tuhan, obyek yang begerak serta obyek yang tidak beranjak, diferensiasi telak ialah prinsip dasar dari Filsafat dwaita (Atyanta bheda darsana), diucap dengan Panca Bheda, ialah:
1. Perbandingan Tuhan dengan arwah individu.
2. Perbandingan antara Tuhan dengan modul.
3. Perbandingan antara arwah individu dengan modul.
4. Perbandingan antara satu arwah dengan yang yang lain.
5. Perbandingan antara modul yang satu dengan yang lain.
Hari, Krishna ataupun Visnu selaku Bhagavan, Pandangan Tuhan Perorangan ialah konkretisasi yang paling tinggi, alam merupakan jelas serta perbandingan merupakan bukti. Alam serta arwah tergantung pada Visnu, arwah memiliki bagian kelebihan serta kehinaan.
Bhakti ataupun disiplin tanpa kekeliruan hendak bawa orang pada moksa ataupun pembebasan, yang ialah kenikmatan arwah individu kepada keceriaan. Penyembahan Sri Krsna semacam yang diajarkan dalam Bhagavata Purana ialah inti dari anutan Madhwacarya.
Bagi Madhwacarya, kenyataan obyektif teriri dari 2, ialah yang berdiri sendiri (sawatantra) serta yang tergantung (paratantra). Kenyataan yang berdiri sendiri cumalah Tuhan, selaku kehadiran paling tinggi.
Kenyataan yang tergantung terdiri dari 2, ialah: roh- roh yang siuman (cetana) serta kesatuan yang tidak siuman (acetana) semacam modul serta durasi. Madhwacarya menyambut pengelompokan arwah bagi Ramanuja yang digolongkan jadi 3, ialah: Nitya (kekal), Mukta (leluasa), serta Baddha (terbelenggu).
Arwah yang kekal, selamanya leluasa dari argari hidup dengan Tuhan (Narayana) di Vaikuntha, arwah yang terbebaskan sekali durasi hadapi samsara namun sudah menggapai pembebasan, sebaliknya arwah terbelenggu terjebak samsara serta berjuang buat menggapai pembebasan.
Arwah yang terbelenggu oleh samsara mendapatkan tubuhnya cocok dengan karma era kemudian, yang berjalan dari kelahiran ke kelahiran selanjutnya sampai menggapai pembebasan akhir ataupun moksa. Arwah yang terbelenggu pula dipecah jadi 2, ialah:
1. Mereka yang pantas buat moksa (mukti konsentrasi)
2. Mereka yang tidak pantas buat pembebasan. Mereka yang tidak pantas buat pembebasan bisa digolongkan jadi 2, ialah: mereka yang selamanya terikat daur samsara (nitya- samsarin), serta mereka yang sebab karmanya kesimpulannya wajib terdapat di neraka, area kemalaman yang membutakan (tamo- yogya).
Sri Visnu, Krishna ataupun Narayana ialah pemicu awal yang Sumberpribadi, penguasa atas intelek alam sarwa, Dia bermukim di Alam Rohani yang diucap pula Vaikuntha bersama- sama dengan adun serta roh- roh yang sudah menggapai pembebasan.
Dia menciptakan diri lewat bermacam wyuha serta lewat Awatara. Visnu ialah antaryamin (otak hati dari seluruh arwah), jadi inventor, pemelihara, serta pelebur alam sarwa. Adun ialah konkretisasi dari energi enerji penciptaanNya.
Visnu merupakan pemicu berdaya guna, pangkal alam material, namun sekalian tidak bersinggungan langsung dengan alam material, sebab prakrti ialah pemicu material alam, seluruh obyek tubuh, alat arwah terbuat oleh prakrti, serta Tuhan membagikan tenaga prakrti lewat Adun.
Awidya jadi tenaga prakrti yang memudarkan daya- daya kebatinan serta roh- roh individu, yang membuat selubung yang merahasiakan yang paling tinggi. Mahat, ahamkara, budhi, 10 indriya, obyek indriya, serta 5 faktor dasar ialah perubahan dari prakrti dalam bentuk lembut.
Oleh karenanya perbandingan alam dengan Tuhan merupakan telak, alam bukan imajinasi serta pergantian wujud dari Tuhan. Bhakti ialah metode buat menggapai pembebasan, lewat anugerah dari Sri Visnu serta penyembahan ialah tahap dini dari anugerah Visnu.
Roh- roh individu diselamatkan dengan wawasan yang tergantung pada Tuhan, serta wawasan yang betul berawal dari menyayangi Tuhan. Para sisya kebatinan menyiapkan diri dengan menekuni Weda, mengatur indriya, serta penyerahan diri seluruhnya. Negasi, disiplin serta identifikasi langsung lewat khalwat bawa pada pendapatan terlanjur. Fans Visnu teridentifikasi dengan:
1. Mencatat tubuh dengan simbol- simbolnya (Ankana).
2. Pemberian julukan Tuhan pada kanak- kanak (Namakarana).
3. Menyanyikan kemuliaannya (Bhajana).
4. Mengingat- julukan Tuhan dengan cara selalu (Smarana).