www.biblelight.net – Sejarah Singkat Masuknya Islam ke Tanah Jawa. Sejarah Awal Masuknya Islam ke Tanah Jawa,Sebelum agama islam ada di daerah jawa, sebagian besar masyarakat di Jawa bersikeras pada animisme dan dinamika. Agama lain lah yang membuat rakyat jawa percaya akan hal hal atau keyakinan tersebut. Seiring berjalannya waktu, segera setelah Islam mulai masuk ke Jawa melalui Gujarat dan Persi (Persi), sebagian orang percaya bahwa itu langsung dibawa oleh orang Arab, khususnya pedagang Timur Tengah.
Kedatangan Islam ke Jawa ditemukan oleh sebuah batu nisan bernama Fatimah binti Maimun dan bukti dari makam Maulana Malik Ibrahim. Enam jalur Islamisasi telah dikembangkan, yaitu: perdagangan, perkawinan, tasawuf, pendidikan, seni dan politik. Ungkapan pertanyaan yang akan dibahas dalam artikel ini adalah: bagaimana proses Islam masuk ke tanah Jawa; bagaimana masyarakat Jawa sebelum masuknya Islam; apa peran Wali Songo dan metodenya? Wali Songo akan belajar di Jawa nanti? Untuk memahami kondisi sosial masyarakat Jawa sebelum masuknya Islam, peran dan metode Wari Sango di Jawa, dan situasi Islam di Jawa setelah Wari Sango.
Islam masuk ke tanah Jawa
Di Jawa Islam masuk melalui pantai utara pulau Jawa, hal ini ditandai dengan ditemukannya makam Fatima Benti Maimon bin Shibatura yang ditemukan pada tahun 475 M oleh umat Islam atau 1082 M. Kecamatan Gracie Kermanyal meninggal di Desa Lelan. Dilihat dari namanya, diperkirakan Fatima merupakan keturunan Hibatura dari dinasti Persia.diwilayah gresik juga di temukan makam / petilasan Maulana Malik Ibrahim dari Kasyan (suatu tempat di Persia) yang wafat pada tahun 822 atau 1419 M. Ratusan makam Islam kuno juga ditemukan di pedalaman Mojokerto. Makam tertua berasal dari tahun 1374 Masehi. Diperkirakan makam-makam tersebut merupakan makam keluarga kerajaan Majapahit.
- Masyarakat Jawa sebelum masuknya Islam
- Mantan Buddhisme India Jawa
Sebelum masuknya Islam, situasi di komunitas “religius” di Jawa sangat berbeda. Orang Jawa telah menerima kepercayaan impor dan kepercayaan sejati. Sebelum masuknya Hindu dan Budha, masyarakat Jawa prasejarah telah menerima kepercayaan animisme dan dinamika. Pandangan hidup orang Jawa bertujuan untuk membentuk banyak kesatuan antara dunia nyata, masyarakat dan supranatural yang dianggap sakral.
Selain itu, mereka percaya pada kekuatan magis Chris, tombak, dan senjata lainnya. Benda-benda yang dianggap sakral dan magis ini kemudian akan disembah, dihormati, dan mendapat perlakuan khusus. Karena memang sejarah tanah jawa terdapat banyak sekali kerajaan kerajaan yang dahulu kala sangat sakti ilmu nya
- Zaman Buddha Jawa-India
Pengaruh agama Buddha India dalam masyarakat Jawa sangat besar, dan budaya Jawa yang telah dipengaruhi dan diserap unsur-unsur Hindu dan Budha setelah melalui proses adaptasi budaya, tidak hanya mempengaruhi sistem budaya tetapi juga sistem keagamaan. Kebudayaan Jawa yang dihasilkan pada zaman Budha India sejak awal menerima semua agama dan diakui bahwa semua agama itu baik, oleh karena itu wajar jika kebudayaan Jawa itu kongruen (dinamis secara alamiah atau terisi penuh).
Baca Juga: Mengenal Hindu-Buddha lewat Perjalanan Panjang nya di Indonesia
Ciri budaya Jawa lainnya pada masa itu adalah pada dasarnya bersifat teokratis. Pemujaan raja sebagai titisan dewa adalah buktinya. Dalam hal ini, Onghokham berkata:
Dalam kerajaan tradisional, agama digunakan sebagai bentuk legitimasi. Di era agama Buddha India, konsep “raja dewa” atau “raja dewa” diperkenalkan. Artinya rakyat harus mengalah pada posisi raja untuk mencapai keselamatan di masa depan. Agama diintegrasikan ke dalam kepentingan kerajaan / kekuatan besar. Budaya berputar di sekitar raja, takhta dan istana. Kehidupan raja dan keraton merupakan puncak peradaban saat itu.
Di pulau Jawa terdapat tiga kerajaan pada zaman Budha India yaitu Taruma, He Ling dan Kanjuluhan. Di bidang ekonomi dan industri, salah satu kegiatan masyarakat adalah pertanian dan perdagangan dalam proses integrasi nasional. Di sisi lain, karya seni dan sastra juga berkembang pesat, antara lain musik, tari, wayang, komedi, dan tari topeng. Kebanyakan dari mereka terekam dalam relief pahatan dan candi.
- Peran dan metode Wali Songo
Era Wali Songo merupakan era berakhirnya kekuasaan Buddha India dalam budaya Nusantara dan akan digantikan oleh budaya Islam. Wali Songo merupakan simbol penyebaran Islam di Indonesia (khususnya di Jawa), dan Wali Songo memainkan peran yang sangat penting dalam mendirikan kerajaan Islam di Jawa.
Di Jawa, penyebaran agama Islam dilakukan oleh Walisongo (9 wali). Wali adalah seseorang yang telah mendekati Allah sampai batas tertentu. Orang-orang kudus ini sangat dekat dengan pengadilan. Mereka adalah orang-orang yang memberi otorisasi keabsahan promosi seseorang. Mereka juga penasehat untuk Sudan.
Karena mereka sangat dekat dengan istana, mereka diberi gelar Sunan atau Sunanhunan (sangat dihormati). Sembilan wali tersebut adalah sebagai berikut:
- Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik). Ini pertama kalinya orang Wali datang ke Jawa pada abad ke-13 dan menyebarkan agama Islam di sekitar Gresik. Dimakamkan di Gresik, Jawa Timur.
- Sunan Ampel. Menyiarkan Islam di Ampel, Surabaya, Jawa Timur. Dia adalah arsitek Masjid Demak.
- Sunan Drajad (Syarifudin). Putra Sunan Ampel. Menyiarkan agama di dekat Surabaya. Sunan yang sangat sosial.
- Sunan Bonan (Makdum Ibrahim). Putra Sunan Ampel. Di Tuban, Lasem dan Rembang menyiarkan Islam. Sunan sangat bijaksana.
- Sunan Kali Jaga (Raden Mas Said / Jaka Said). Murid Sunan Bonan. Menyiarkan Islam di Jawa Tengah. Pemimpin, penyair dan filsuf. Sebarkan agama dengan beradaptasi dengan lingkungan setempat.
- sunan Giri (Radden Paku). Menyiarkan Islam di luar Jawa dan Jawa, seperti Madura, Bawean, Nusa Tenggara, dan Maluku. Menyiarkan agama melalui gameplay.
- Jaan Sodiq. Menyiarkan Islam di Kudus, Jawa Tengah. Ahli konstruksi. Hasilnya adalah masjid dan menara suci.
- Sunan Muria (Laden Uma Said). Bermain Islam di lereng Gunung Muria, terletak antara Jepara dan Kudus di Jawa Tengah. Sangat dekat dengan warga sipil.
- Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah). Di Banten, Sunda Klapa dan Cirebon menyiarkan Islam. Seorang pemimpin dengan jiwa yang hebat.
- Islam Jawa setelah Wali Songo
Setelah para wali menyebarkan ajaran Islam di pulau Jawa, keyakinan dan vitalitas animisme dan budaya Buddha India berangsur-angsur berubah atau diterima oleh nilai-nilai Islam. Hal ini membuat orang terkejut dengan nilai-nilai Islam yang begitu bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka bisa langsung menerima ajaran Islam. Dari sini, golongan orang miskin mulai bangkit, dan mereka awalnya ditindas oleh penguasa kerajaan. Setelah para wali mencoba mendidik murid-murid mereka, Islam menjadi sangat umum di desa-desa terpencil. Jaka Tingkir adalah salah satu dari beberapa generasi yang meneruskan perjuangan wali hingga Islam menyebar ke pelosok desa. Islam Jawa yang paling menonjol setelah perjuangan Wali Songo merupakan perpaduan antara adat Jawa dan nilai-nilai keislaman, salah satunya adalah tradisi Wayang Kulit dan masih banyak lagi tradisi tradisi yang belum bisa disebut satu persatu dalam kesempatan kali ini.
Selidiki sejarah Islam masuk ke Indonesia
Baca Juga: Perjalanan Islam Di Indonesia
Setidaknya ada enam pendapat tentang masuknya Islam ke Indonesia.
Pertama-tama, Agama islam yang saat ini berkembang dengan pesat dan terstruktur di nusantara berawal dari arab, bahkan di Mekkah pada abad pertama Hijriah pada abad ke-7. MU dan bekas pimpinan Maderatul Ulama Indonesia menjabat sebagai karakter ini dari 1977 hingga 1981. Hanka sebenarnya adalah nama H.Abdul Malik (Haji Abdul Malik bin Abdil Karim), dan pandangannya dilandasi oleh kenyataan bahwa perkembangan di Indonesia The Mazab yang bangkit adalah mazhab Syafi’i. Menurutnya, perkembangan mazhab Syafi’i diadopsi oleh masyarakat sekitar Mekkah. Selain itu, fakta lain yang tidak dapat diabaikan adalah bahwa bangsa Arab berlayar ke China pada abad ke-7 untuk berdagang. Hamka yakin mereka tinggal di Nusantara selama perjalanan ini.
Kedua, Islam dibawa ke Indonesia dan disebarkan oleh orang Tionghoa. Mereka menerima aliran pemikiran Hanafi. Pandangan ini merupakan kesimpulan seorang pegawai Belanda pada masa penjajahan Belanda. Sebelum Indonesia merdeka, Belanda menguasai wilayah yang hampir sama dengan Indonesia saat ini, dan ditaklukkan oleh Jepang pada tahun 1942. Tepatnya pada tahun 1928, Putman mulai mempelajari tulisan-tulisan Babada Tanah Jawi dan Serat Conda. Tidak hanya tinggal di sini, ia juga terus mempelajari manuskrip Tiongkok kuno yang tersimpan di kelenteng Tionghoa di Cirebon dan Semarang. Ia pun sempat mencari manuskrip kuno di sebuah candi di Batavia, Jakarta.
Hasil penelitiannya tersimpan dalam pernyataan “Uitsluiten voor Dienstgebruik 10 Kantore”, yang artinya “rahasia hanya dapat digunakan di kantor”. Sekarang disimpan di Arsip Nasional Belanda di Den Haag, Belanda. Pada tahun 1962, Mangaradja Onggang Parlindungan menerbitkan buku Pongkinangolngolan Sinambela yang berjudul Tuanku Rao. Buku ini juga disertai dengan manuskrip Cina kuno yang dipelajari oleh Poortman.
Ketiga, Islam yang masuk ke Indonesia berasal dari Gujarat pada abad ke-12 M. Islam dibawa dan disebarkan oleh para pedagang Gujarat yang menetap di pulau-pulau tersebut. Mereka mengambil jalur perdagangan yang ditetapkan antara India dan pulau-pulau. Pendapat ketiga ini adalah pendapat Snouck Hurgronje, seorang konsultan di bidang bahasa Timur dan hukum Islam di pemerintahan kolonial Belanda. Pandangan ini diambilnya dari Pijnapel, pakar Leiden University di Belanda yang kerap mempelajari peninggalan peninggalan Islam Indonesia.
Pandangan J.P. juga mengkonfirmasi pandangan tentang Pijnapel ini. Moquette mempelajari bentuk makam Raja Pasai di makam Sultan Malik Asy-Salih. Ia juga mempelajari makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik, Jawa Timur. Bentuknya sangat mirip dengan makam di Cambay, Gujarat. Jelas sekali, pandangan Moquet memperkuat pandangan Pignapel dan Heglonje, tetapi mereka dibantah oleh Sao Paulo. Fatimi. Menurut Fatimi, makam Aceh dan Gresik lebih mirip dengan makam Bangladesh yang mengelilingi Bangladesh saat ini. Fatimi meyakini bahwa pengaruh Islam di Bangladesh terutama muncul dalam perkembangan Islam di Nusantara. Karena itu, Islam di Indonesia sebenarnya berasal dari Bangladesh.
Keempat, Pandangan Moquette juga dibantah oleh G.E. Marison. Marison bahkan sangat yakin bahwa Islam masuk ke Indonesia dari pantai Coromandel di India selatan. Pasalnya, pada abad ke-13 M, Gujarat masih merupakan kerajaan Hindu, namun di pesisir pantai Coromandel Islam berkembang pesat. Marison juga berpendapat bahwa penyebar dan penyebar Islam yang paling awal di Indonesia adalah Sufi India.
Mereka menyebarkan Islam di Indonesia dengan tasawuf pada akhir abad ke-13. Saat itu, jauh sebelum bangsa Mongol menyerbu Bagdad. Invasi kontroversial tersebut memaksa banyak sufi mengungsi dari Zawiya Zawiya dan mengembara ke luar wilayah Bani Abbastian, seperti ujung Persia bahkan India. Sebelum Marisson mengemukakan pendapatnya, Arnold meyakini bahwa Islam di Indonesia juga berasal dari Pesisir Coromandel dan Malabar di India. Karena itu, banyak orang yang meyakini bahwa Marison memperkuat pandangan Arnold.
Setelah lima poin tersebut, Hoesein Djajaningrat mengutarakan poin keenamnya tentang masuknya Islam ke Indonesia. Djajaningrat (Djajaningrat) dielu-elukan sebagai orang Indonesia pertama yang mempertahankan tesis di Universitas Leiden di Belanda pada tahun 1913. Tesisnya berjudul “Pandangan Kritis Sejarah Wanti”.
Menurutnya, Islam yang masuk ke Indonesia berasal dari Persia. Djajaningrat percaya bahwa hari untuk memperingati wafatnya Husein bin Ali bin Abi Thalib di Indonesia adalah 10 Muharram atau Asyura yang berawal dari perayaan Syiah di Persia. Peringatan 10 Muharram disebut perayaan Hari Karbala.
Djajaningrat pun meyakini pandangan ini, karena Persia memiliki pengaruh di banyak wilayah Indonesia. Selain itu, keberadaan Syekh Siti Jenar dan Hamzah Fansuri dalam sejarah Indonesia menggambarkan pengaruh ajaran wihdatul Al-Hallaj, aliran sufi ekstrim dari Persia.
Terlihat bahwa perbedaan pendapat disebabkan oleh dasar pemikiran yang digunakan untuk membentuk pendapat. Pijnapel, Hurgronje, Marrison, Moquette, dan Fatimi percaya pada lebih banyak bukti kongres, tetapi mereka masih bisa mempercayainya dengan pasti daripada perkiraan.
Oleh karena itu, pandangan mereka lebih logis, meskipun mereka mungkin mengharuskan mereka untuk percaya bahwa Islam pertama kali berkembang di Indonesia sekitar abad ke-13 M, diikuti oleh Hindu dan Budha. Berbeda dengan warga Putman. Bahkan jika didasarkan pada catatan China yang telah disimpan selama bertahun-tahun, mungkin masih ada kesalahpahaman tentang pernyataan tertulis yang terkandung di dalamnya. Dan: tanpa pemahaman pembaca, masih ada kemungkinan besar manipulasi data.
Pandangan Hamka lebih cenderung goyah, yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya. Pendapatnya berdasarkan perkiraan pribadi. Pandangannya tidak didukung oleh data historis tertentu. Pandangannya sangat tidak mungkin benar.
Hal yang sama juga terjadi dalam pandangan Jajaningrat. Dia percaya bahwa persamaan yang diajukan mungkin hanya kebetulan dari objek serupa. Namun, hampir setiap opini memiliki konsekuensinya. Namun, jika seseorang mempercayai pendapat tersebut, maka dia harus menerima konsekuensinya.
Sama seperti kita mengira bahwa Islam diperkenalkan dari Persia, dalam arti tertentu, ini membuat kita berpikir bahwa penyebar Islam pertama di Nusantara adalah Syiah.
Karenanya, Syiah menjadi keyakinan pertama yang diterima Indonesia. Baru pada saat itulah Ahlus Sunnah Wal-Mart Jama’ah Islam menjadi makmur.
Jika kita meyakini bahwa Islam yang masuk ke Indonesia berasal dari Jazirah Arab pada abad ke-7 M, berarti masyarakat Nusantara telah mengenal Islam sejak sahabatnya masih hidup.
Artinya, meski para sahabat brigade Nabi sedang asyik mendalami agama, segelintir orang di nusantara saat itu juga mengenal Muslim yang sama. Hanya jarak yang memisahkan mereka. Begitu pula jika kita menerima pandangan bahwa Islam berasal dari pantai Koromandel di India selatan. Jika kita menerima pandangan ini, maka bisa dipastikan bahwa para pemula Islam Indonesia adalah mereka yang beragama sufi atau setidaknya memahami Islam dari sudut pandang Tasaf.